Sabtu, 18 April 2015

Aspek Hukum dalam Ekonomi (2)

HUKUM PERJANJIAN DAN HUKUM DAGANG

       I.            HUKUM PERJANJIAN

Dalam pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih meningkatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik di kedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling meningkatkan diri satu sama lain.

1.1.   Standar Kontrak
Standar kontrak adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa formulir-formulir yang digunakan dalam jumlah tidak terbatas untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen (Johannes Gunawan).
Perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (Mariam Badrulzaman). Perjanjian baku adalah perjanjian yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi siapapun yang menutup perjanjian dengannya tanpa terkecuali, dan disusun terlebih dahulu secara sepihak serta dibangun oleh syarat-syarat standar, ditawarkan pada pihak lain untuk disetujui dengan hampir tidak ada kebebasan bagi pihak yang diberi penawaran untuk melakukan negosiasi atas apa yang ditawarkan, sedangkan hal yang dilakukan biasanya meliputi model, rumusan, dan ukuran.
Menurut Marian Darus standar kontrak terbagi dua, yaitu :
1.      Kontrak standar umum, artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
2.      Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak ditetapkan sepihak oleh pemerintah.

1.2.   Macam-macam Perjanjian
1.      Perjanjian Jual-beli
2.      Perjanjian Tukar-menukar
3.      Perjanjian Sewa-menyewa
4.      Perjanjian Persekutuan
5.      Perjanjian Perkumpulan
6.      Perjanjian hibah
7.      Perjanjian Penitipan Barang
8.      Perjanjian Pinjam Pakai
9.      Perjanjian Pinjam-meminjam
10.  Perjanjian Untung-untungan

1.3.   Syarat Sahnya Perjanjian
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu :
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2.      Cakap untuk membuat suatu perjanjian
3.      Mengenai suatu hal tertentu
4.      Suatu sebab yang halal
Demikian menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif karena mengenai orang-orangnya atau subyek yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

1.4.   Saat Lahirnya Perjanjian
Menurut asas konsensualisme, suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal pokok dari apa yang menjadi obyek perjanjian. Sepakat adalah suatu penyesuaian paham dan kehendak antara dua pihak tersebut. Suatu pernyataan yang diucapkan secara bersendagurau tidak boleh dipegang untuk dijadikan dasar bagi suatu perjanjian. Lagi pula, apabila suatu pernyataan yang nyata-nyata atau mungkin sekali keliru, tidak boleh dianggap sudah terbentuknya suatu kesepakatan dan dijadikan dasar bagi suatu perjanjian yang mengikat. Sebagai kesimpulan yang ditetapkan suatu norma, bahwa yang dapat dipakai sebagai pedoman adalah pernyataan yang sepatutnya dapat dianggap melahirkan maksud dari orang yang hendak mengikatkan dirinya.
Suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya kesepakatan, maka perjanjian itu lahir pada detik diterimanya suatu penawaran (offerte). Apabila seseorang melakukan suatu penawaran dan penawaran itu diterima oleh orang lain secara tertulis, artinya orang lain menulis surat bahwa ia menerima. Menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran menerima jawaban yang maktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah yang dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Saat atau detik lahirnya suatu perjanjian adalah penting untuk diketahui dan ditetapkan, berhubung adakalanya terjadi suatu perubahan undang-undang atau peraturan yang mempengaruhi nasib perjanjian tersebut, misalnya pelaksanaannya.

1.5.   Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
a.       Pembatalan Perjanjian
Menurut pasal 1446 KUH Perdata, pembatalan atas perjanjian yang telah dibuat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian, dapat memintakan pembatalan kepada hakim bila salah satu pihak yang melakukan perjanjian tidak memenuhi syarat subyektif yang tercantum pada syarat sahnya perjanjian.
Menurut Prof. Subekti, permintaan pembatalan yang tidak memenuhi syarat subyektif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1.      Secara aktif menuntut pembatalan perjanjian tersebut di depan hakim.
2.      Secara pembelaan maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian dan baru menunjukkan kekurangan dari perjanjian itu.
Menurut pasal 1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah tidak pernah terjadi perjanjian.
b.      Pelaksanaan Perjanjian
Suatu perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain, atau dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Menelik macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjian-perjanjian itu dibagi dalam tiga macam, yaitu :
1.      Perjanjian utuk memberikan atau menyerahkan suatu barang.
Contoh : jual-beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, pinjam pakai.
2.      Perjanjian untuk berbuat sesuatu.
Contoh : perjanjian perburuhan, perjanjian untuk membuat garansi.
3.      Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.
Contoh : perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan.
Suatu persoalan dalam hukum perjanjian adalah apakah jika si debitur tidak menepati janjinya, si kreditur dapat mewujudkan sendiri prestasi yang dijanjikan itu? Dari itu apa yang dijanjikan dinamakan prestasi primair, sedangkan ganti rugi dinamakan prestasi subsidair. Barang yang disubsidair adalah barang yang menggantikan sesuatu barang lain yang lebih berharga.


                       II.            HUKUM DAGANG
Hukum dagang adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan. Atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan. Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi menjadi 2, yaitu tertulis dan tidak tertulis.
2.1.   Hubungan antara Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum perdata dan hukum dagang adalah dua hukum yang saling berkaitan. Hal ini dapat dibuktikan di dalam Pasal 1 dan Pasal 15 KUH Dagang.
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat.
Berikut beberapa pengertian dari Hukum Perdata:
1.      Hukum Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.
2.      Hukum Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya.
3.      Hukum Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Hukum dagang ialah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dengan yang lainnya, khusunya dalam perniagaan.
Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2, yaitu tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber pada :
1.      Hukum tertulis yang dikodifikasikan :
a.       Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
b.      Kitab Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
2.      Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil, 1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Pasal 1 KUH Dagang, disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.
Pasal 15 KUH Dagang, disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.
Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi (mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ).
Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1Kuh dagang, yang isinya sebagai berikut:
Adapun mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus: KUH dagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.

2.2.   Berlakunya Hukum Dagang
Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/ 1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan (Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ). Tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat menyelesaikan perkara-perkara dalam perdagangan, maka dibuatlah hokum baru di samping hokum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum pedagang ini bersifat unifikasi.
Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hokum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681 disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tentang kedaulatan.
Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari hokum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838). Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hokum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda, dan pada tahun 1819 direncanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus. Lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848. Dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896). Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu, tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.
2.3.   Hubungan antara Pengusaha dan Pembantunya
Pengusaha adalah orang yang mengerjakan usaha, dia relatif tidak tergantung pada orang lain, menjadi boss bagi dirinya sendiri, jatuh bangun atas kemampuannya sendiri. Biasanya, pengusaha akan senantiasa bersifat profit oriented. Dalam bahasa kerennya, mereka disebut sebagai enterpreneur.
Dalam menjalankan perusahannya pengusaha dapat:
a.       Melakukan sendiri, Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan sendiri, merupakan perusahaan perseorangan.
b.      Dibantu oleh orang lain, Pengusaha turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
c.       Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan perusahaan, Hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan merupakan perusahaan besar.
Sebuah perusahaan dapat dikerjakan oleh seseorang pengusaha atau beberapa orang pengusaha dalam bentuk kerjasama. Dalam menjalankan perusahaannya seorang pengusaha dapat bekerja sendirian atau dapat dibantu oleh orang-orang lain disebut “pembantu-pembantu perusahaan”. Orang-orang perantara ini dapat dibagi dalam dua golongan. Golongan pertama terdiri dari orang-orang yang sebenarnya hanya buruh atau pekerja saja dalam pengertian BW dan lazimnya juga dinamakan handels-bedienden. Dalam golongan ini termasuk, misal pelayan, pemegang buku, kassier, procuratie houder dan sebagainya. Golongan kedua terdiri dari orang-orang yang tidak dapat dikatakan bekerja pada seorang majikan, tetapi dapat dipandang sebagai seorang lasthebber dalam pengertian BW. Dalam golongan ini termasuk makelar, komissioner.
Namun, di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1.      Membantu didalam perusahaan,
2.      Membantu diluar perusahaan.
Adapun pembantu-pembantu dalam perusahaan antara lain:
a)      Pelayantoko,
b)      Pekerja keliling,
c)      Pengurus filial,
d)     Pemegang prokurasi,
e)      Pimpinan perusahaan.
Hubungan hukum antara pimpinan perusahaan dengan pengusaha bersifat :
a.       Hubungan perburuhan, yaitu hubungan yang subordinasi antara majikan dan buruh, yang memerintah dan yang diperintah. Manager mengikatkan dirinya untuk menjalankan perusahaan dengan sebaik-baiknya, sedangkan pengusaha mengikatkan diri untuk membayar upahnya (pasal 1601 a KUHPER).
b.      Hubungan pemberian kekuasaan, yaitu hubungan hukum yang diatur dalam pasal 1792 dsl KUHPER yang menetapkan sebagai berikut ”pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya untuk atas nama pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan”. Pengusaha merupakan pemberi kuasa, sedangkan si manager merupakan pemegang kuasa. Pemegang kuasa mengikatkan diri untuk melaksakan perintah si pemberi kuasa, sedangkan si pemberi kuasa mengikatkan diri untuk memberi upah sesuai dengan perjanjian yang bersangkutan.
Dua sifat hukum tersebut di atas tidak hanya berlaku bagi pimpinan perusahaan dan pengusaha, tetapi juga berlaku bagi semua pembantu pengusaha dalam perusahaan, yakni: pemegang prokurasi, pengurus filial, pekerja keliling dan pelayan toko. Karena hubungan hukum tersebut bersifat campuran, maka berlaku pasal 160 a KUHPER, yang menentukan bahwa segala peraturan mengenai pemberian kuasa dan mengenai perburuhan berlaku padanya. Kalau ada perselisihan antara kedua peraturan itu, maka berlaku peraturan mengenai perjanjian perburuhan (pasal 1601 c ayat (1) KUHPER.
Adapun pembantu-pembantu luar perusahaan antara lain:
a)      Agen perusahaan
Hubungan pengusaha dengan agen perusahaan adalah sama tinggi dan sama rendah, seperti pengusaha dengan pengusaha. Hubungan agen perusahaan bersifat tetap. Agen perusahaan juga mewakili pengusaha, maka ada hubungan pemberi kuasa. Perjanjian pemberian kuasa diatur dalam Bab XVI, Buku II, KUHPER, mulai dengan pasal 1792, sampai dengan 1819. Perjanjian bentuk ini selalu mengandung unsur perwakilan (volmacht) bagi pemegang kuasa (pasal 1799 KUHPER). Dalam hal ini agen perusahaan sebagai pemegang kuasa, mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama pengusaha.
b)      Perusahaan perbankan,
c)      Pengacara,
d)     Notaris,
e)      Makelar,
f)       Komisioner.

2.4.   Pengusaha dan Kewajibannya
Kewajiban adalah pembatasan atau beban yang timbul karena hubungan dengan sesama atau dengan negara. Maka dalam perdagangan timbul pula hak dan kewajiban pada pelaku-pelaku dagang tersebut.
Menurut undang-undang, ada dua macam kewajiban yang harus dilakukan oleh perusahaan, yaitu :
1.      Membuat pembukuan ( sesuai dengan Pasal 6 KUH Dagang Undang-undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang dokumen perusahaan ), dan
di dalam pasal 2 undang-undang nomor 8 tahun 1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen keuangan dan dokumen lainnya.
a.       Dokumen keuangan terdiri dari catatan ( neraca tahunan, perhitungan laba, rekening, jurnal transaksi harian )
b.      Dokumen lainnya terdiri dari data setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen keuangan.
2.      Mendaftarkan perusahaannya ( sesuai Undang-undang Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib daftar perusahaan ).
Dengan adanya undang-undang nomor 3 tahun 1982 tentang wajib daftar perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan, menurut hukum wajib untuk melakukan pemdaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 juni 1985.
Berdasarkan pasal 25 undang-undang nomor 3 tahun 1982, daftar perusahaan hapus, jika terjadi :
a.       perusahaan yang bersangkutan menghentikan segala kegiatan usahanya,
b.      perusahaaan yang bersangkutan berhenti pada waktu akta pendiriannya kadarluasa,
c.       perusahaan yang bersangkutan dihentikan segala kegiatan usahanya berdasarkan suatu putusan pengadilan negeri yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.
Hak dan Kewajiban pengusaha adalah :
a.       Berhak sepenuhnya atas hasil kerja pekerja,
b.      Berhak melaksanakan tata tertib kerja yang telah dibuat,
c.       Memberikan pelatihan kerja (pasal 12),
d.      Memberikan ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya (pasal 80),
e.       Dilarang memperkerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada ijin penyimpangan (pasal 77),
f.       Tidak boleh mengadakan diskriminasi upah laki/laki dan perempuan,
g.      Bagi perusahaan yang memperkerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan perusahaan,
h.      Wajib membayar upah pekerja pada saat istirahat / libur pada hari libur resmi,
i.        Wajib memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih,
j.        Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum (pasal 90),
k.      Wajib mengikutsertakan dalam program Jamsostek (pasal 99)

2.5.   Bentuk-bentuk Badan Usaha
1.      Perseroan Terbatas (PT)
Perseroan Terbatas merupakan bentuk yang banyak dipilih, terutama untuk bisnis-bisnis yang besar. Bentuk ini memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk menyertakan modalnya kedalam bisnis tersebut dengan cara membeli saham yang dikeluarkan oleh Perusahaan itu. Dengan membeli saham suatu perusahaan masyarakat akan menjadi ikut serta memiliki perusahaan itu atau dengan kata lain mereka menjadi Pemilik Perusahaan tersebut. Atas pemilikan saham itu maka mereka para pemegang saham itu lalu berhak memperoleh pembagian laba atau Deviden dari perusahaan tersebut. Para pemegang saham itu mempunyai tanggung jawab yang terbatas pada modal yang disertakan itu saja dan tidak ikut menanggunng utang – utang yang dilakukan oleh perusahaan.
Perseroan Terbatas ini akan menjadi suatu Badan Hukum tersendiri yang berhak melakukan tindakan-tindakan bisnis terlepas dari pemegang saham. Bentuk ini berbeda dengan bentuk yang terdahulu yang memiliki tanggung jawab tak terbatas bagi para pemiliknya, yang artinya para pemilik akan menanggung seluruh utang yang dilakukan oleh perusahaan. Berarti apabila kekayaan perusahaan maka kekayaan pribadi dari para pemiliknya ikut menanggung utang tersebut. Dengan semacam itu tanggung jawab renteng. Lain halnya dengan bentuk PT dimana dalam bentuk ini tanggung jawab pemilik atau pemegang saham adalah terbatas, yaitu sebatas modal yang disetorkannya. Kekayaan pribadi pemilik tidak ikut menanggung utang – utang perusahaan. Oleh karena itu bentuk ini disebut Perseroan Terbatas (Naamlose Venootschaap/NV).
Kelebihan-kelebihan bentuk ini adalah :
a.       Memiliki masa hidup yang terbatas.
b.      Pemisahan kekayaan dan utang-utang pemilik dengan kekayaan dan utang-utang perusahaan.
c.       Kemampuan memperoleh modal yang sangat luas.
d.      Penggunaan manajer yang profesional.

2.      Koperasi
Koperasi adalah usaha bersama yang memiliki organisasi berdasarkan atas azaz kekeluargaan. Koperasi bertujuan untuk menyejahterahkan anggotanya. Dilihat dari lingkunganyya koperasi dabat dibagi menjadi:
a.       Koperasi Sekolah
b.      Koperasi Pegawai Republik Indonesia
c.       KUD
d.      Koperasi Konsumsi
e.        Koperasi Simpan Pinjam
f.       Koperasi Produksi
Prinsip koperasi :
a.       Keanggotaan bersifat suka rela
b.      Pengelolaan bersifat demokratis

3.      Yayasan
Yayasan adalah bentuk organisasi swasta yang didirikan untuk tujuan sosial kemasyarakatan yang tidak berorientasi pada keuntungan. Misalnya Yayasan Panti Asuhan, Yayasan yang mengelola Sekolahan Swasta, Yayasan Penderita Anak Cacat dll.

4.      BUMN
BUMN adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam bidang usaha apapun yang sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan Negara, kecuali jika ditentukan lain berdasarkan Undang-undang.
BUMN adalah bentuk bentuk badan hukum yang tunduk pada segala macam hukum di Indonesia. Karena perusahaan ini milik negara, maka tujuan utamanya adalah membangun ekonomi sosial menuju beberapa bentuk perusahaan pemerintah, baik pusat maupun daerah.
Ciri-ciri utama BUMN adalah :
a.       Tujuan utama usahanya adalah melayani kepentingan umum sekaligus mencari keuntungan.
b.      Berstatus badan hukum dan diatur berdasarkan Undang-undang.
c.       Pada umumnya bergerak pada bidang jasa – jasa vital.
d.      Mempunyai nama dan kekayaan serta bebas bergerak untuk mengikat suatu perjanjian, kontrak serta hubungan – hubungan dengan pihak lainnya.
e.       Dapat dituntut dan menuntut, sesuai dengan ayat dan pasal dalam hukum perdata.
f.       Seluruh atau sebagian modal milik negara serta dapat memperoleh dana dari pinjaman dalam dan luar negeri atau dari masyarakat dalam bentuk obligasi.
g.      Setiap tahun perusahaan menyusun laporan tahunan yang memuat neraca dan laporan rugi laba untuk disampaikan kepada yang berkepentingan.
BUMN digolongkan menjadi 3 jenis yaitu :
1.      Perusahaan Jawatan (Perjan)
Perusahaan ini bertujuan pelayanan kepada masyarakat dan bukan semata-mata mencari keuntungan.
2.      Perusahaan Umum (Perum)
Perusahan ini seluruh modalnya diperoleh dari negara. Perum bertujuan untuk melayani masyarakat dan mencari keuntungan
3.      Perusahaan Perseroan (Persero)
Perusahaan ini modalnya terdiri atas saham-saham. Sebagian sahamnya dimiliki oleh negara dan sebagian lagi dimilik oleh pihak swasta dan luar negeri.

Sumber :