Selasa, 03 Oktober 2017

Personal Desciption

Hello, my name is Iramoti Purba. My nickname is Ira. My hometown is Pematangsiantar, North Sumatra, Indonesia. I was born on 21th January 1994.
My hobby is singing. 
I’m the youngest child in my family. I have three older sisters and one older brother. My age difference with my brother is 10 years old. Ya, I know its too far. So they have already worked and I’m still in college. I live with my sister in Juanda Street, Depok. It’s near from Gunadarma University.
I have been in Depok for 4 years. I wander to Jakarta from my hometown. It’s an honor.
I took accounting major in Gunadarma University. Why? Because my sister told me that accounting graduated will be in the higher position in the company. I already browsing about the job description about accounting graduated, what the company needs, how abut the career path and of course about the salary. Hahaha
I taken leave from the lectures on September 2015. I taken the internship in the tax consoultant. The office in the Grand Citra, Cibubur. They told me about the journal, tax. etc.
Right now, I’m replace the lectures on the 9 semester. So, I’m a new member in my class.
I have a business. First, it’s about the private course. Its have been 3 years old. And the second is the project from 1000 Startup Digital. It is the competition and incubation business. I take my weekend to take care of my business. Its very good to add experience, build networking, and to add pocket money.
I have a leadership, well in the team, reliable and the problem solver (my friends told me like that because if they have a problem, they will ask me for the solutions. Hahaha). That’s my strengths.
I’m the multitasking person and it’s my weakness. Because I can’t be focus in one thing.

So, it’s about me. Thank you. 

Selasa, 30 Mei 2017

Gerakan 1000 Startup Digital - Ignition Second Wave di Jakarta

Saya mengikuti seminar yang dinamakan Ignition oleh Gerakan 1000 Startup Digital Indonesia. Seminar tersebut dilaksanakan pada hari Sabtu, 27 Mei 2017 pukul 09.00-15.00 di Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Gerakan Nasional 1000 Startup Digital adalah sebuah gerakan untuk mewujudkan potensi Indonesia menjadi The Digital Energy of Asia di tahun 2020 dengan mencetak 1000 startup yang menjadi solusi atas berbagai masalah dengan memanfaatkan teknologi digital. Gerakan ini diinisiasi oleh KIBAR dan didukung oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Pada artikel ini, saya ingin membahas mengenai pemahaman saya yang saya kutip dari beberapa speakers mengenai tahap awal memulai startup dan menjadi founder.
Menurut terjemahan bahasa inggrisnya, Ignition adalah pembakaran atau pengapian. Bung Yansen Kamto; Chief Executive Kibar, dalam rangkaian acara ini berhasil membakar semangat peserta untuk mengatasi permasalahan yang ada di Indonesia dengan memberikan solusi membangun sebuah startup digital. Enda Nasution; Executive Director 1000 Startup Digital menjelaskan Gerakan 1000 Startup Digital ini mempunyai seleksi dengan sistem gugur pada masing-masih tahap. Tahap tersebut adalah Ignition, Networking, Workshop, Hacksprint, Bootcamp, dan Incubation. Peserta akan mendapatkan pengetahuan dan materi yang dibutuhkan untuk membangun suatu startup digital yang berkelanjutan. Mulai dari pembentukan pola pikir, membangun sebuah tim, sampai nantinya bagaimana mengembangkan produk, membangun business model, memetakan target pasar, hingga strategi untuk meluncurkan produk di pasar. Ia juga mengatakan tahap Ignition ini bukan seminar biasa. Seminar ini adalah seminar yang membangun mindset para founder untuk membangun startup digital. Untuk membangun startup, Bung Yansen Kamto mengatakan carilah suatu permasalahan. Permasalahan-permasalahan yang kita temukan bisa berasal dari diri kita sendiri. Lalu, cari yang memiliki customer dan berguna bagi orang banyak. Artinya, permasalahan tersebut bukan hanya dirasakan oleh diri sendiri saja melainkan banyak orang yang sudah merasakannya dan ciptakan sebuah solusi.
Mohamad Ario Adimas selaku Head of Marketing Digital Service PT. Indosat Tbk, mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan saat ini terkhusus PT. Indosat tidak boleh lagi menganggap remeh dari adanya startup. PT. Indosat dapat menjadi investor bagi startup yang berhubungan dengan Internet dan Mobile, Telecommunication, Digital Security dan Fintech. Beliau memberikan informasi bahwa untuk menarik investor yang harus diperhatikan dalam sebuah startup adalah bagaimana background founder, mentor dari founder, mental dari founder dan bagaimana kesiapan produk tersebut. Jika sebuah startup sudah mempunyai track, analisa, mempunya financial planning yang bagus dan sudah live itu akan menambah kelayakan sebuah startup untuk diinvestasi.
Adamas Belva Devara, CEO Ruangguru.com mengatakan: “Startup is hard. You try to do something. Believe the idea and passion about it. Juga, startup is a long term game. Untuk menjadi sukses dalam startup butuh lima sampai sepuluh tahun.” Jaka Wiradisuria, Head  of New Product RUMA mengatakan; “Startup is not about you. Jangan membuat startup kalau ingin jadi kaya. Faktor pemicu kegagalan sebuah startup salah satunya adalah saat founder memiliki pemahaman yang tidak dalam dan salah dalam mengelola keuangan.”
            Apa yang saya dapatkan ini akan menjadi bekal saya untuk membuat suatu startup digital yang menciptakan solusi dari masalah yang ada untuk satu Indonesia Raya.

Selasa, 16 Mei 2017

Pendidikan Indonesia Untuk Solusi bagi Dunia.

Opini
Pendidikan di Indonesia, tepatnya pada bagian sekolah formal (PAUD, SD, SMP/MTs, SMA/SMK, Mahasiswa) dari segi fasilitas, biaya hingga materi sampai saat ini semakin dimudahkan.
Fasilitas dan Biaya akan sangat membantu jika dimudahkan, dapat mengatasi anak didik yang ingin sekolah namun tidak berkecukupan. Tapi bagaimana dengan Materi? Materi adalah pelajaran yang didapatkan oleh murid-murid di sekolah, seperti matematika, IPA, IPS, Fisika, Kimia, Sejarah, Sosiologi dan lain-lain.
Menurut saya sekarang ini, orangtua ingin anak didik mendapatkan pelajaran yang mudah, tidak ada tugas rumah atau tugas kelompok yang menyulitkan, bahkan ada orangtua yang tidak perduli dengan buku-buku pelajaran anak didik tersebut. Muncul berbagai pendapat bahwa ada masyarakat Indonesia yang menginginkan agar anak didik dapat fokus kepada satu materi saja. Jika anak didik tersebut berpotensi di bidang Matematika, jangan paksa agar anak didik tersebut mahir di bidang Sosial.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia pun terus memberikan inovasi terbaru utk memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengeluarkan surat edaran terkait dengan Ujian Nasional 2017 yang menyebutkan, khusus untuk siswa SMA, mereka dapat memilih sendiri salah satu mata pelajaran yang diujikan di UN. Selain itu, UN tak berkaitan dengan lulus tidaknya seorang siswa. Menurut Muhadjir, UN hanya untuk mengetahui seberapa dalam seorang siswa menguasai materi yang diajarkan di sekolah sebagai bahan evaluasi Kemdikbud. Muhadjir menambahkan, dengan siswa memilih salah satu mata pelajaran yang diujikan, pendalaman materi akan lebih dapat diukur.” - detik.com 19 Januari 2017 16:39 WIB.
Artinya, inovasi yang diberikan oleh Kemdikbud sejalan dengan kemauan dari orangtua sekarang ini yaitu; memudahkan anak didik.
Saya ingin memberikan pendapat dari segi materi yang terus dimudahkan oleh Pemerintah. Untuk hal ini saya memberikan contoh kasus atas hal yang sudah saya alami.
Saya lulusan tahun 2006 SD Swasta Kristen Kalam Kudus Pematangsiantar. Sekolah swasta dimana uang sekolahnya dikategorikan mahal, dan bergengsi. Saya mengingat bahwa ketika saya ada di sekolah tersebut nilai akademik saya diatas rata-rata; nilai saya diatas 90-100/100 namun tidak mendapatkan juara. Sangat sulit mendapatkan juara 1, 2, dan 3 pada saat itu. Kedua orangtua saya adalah Guru. Mereka berpendapat, materi-materi yang diberikan oleh sekolah itu pun sangat sulit untuk diatasi oleh anak sekolah dasar. Saya belajar dengan sungguh-sungguh dengan bantuan kakak tertua saya. Sampai akhirnya, pada kelas III SD saya pernah mendapatkan juara 3 kelas. Perasaan saya saat itu sangat bangga.
Karena alasan financial, saya melanjutkan sekolah saya di SMP Negeri 1 Pematangsiantar. Salah satu sekolah negeri yang bagus, idola di kota Pematangsiantar. Sekolah tersebut berbeda, dan sangat berbeda dari sekolah SD Swasta sebelumnya. Dari segi disiplin, materi, pergaulan, arahan guru dan lainnya. Satu semester berjalan dan tanpa usaha yang maksimal saya menduduki juara 1 kelas. Saya kaget. Bagaimana bisa? Saya tidak berusaha maksimal, orangtua saya hanya memberikan les tambahan diluar sekolah 3x seminggu. Saya tidak pernah belajar dirumah, tidak pernah menyelesaikan tugas sekolah yang sulit bahkan sangat suka bermain-main hingga sore. Sampai akhirnya, saya terbuai dengan situasi itu. Saya tidak pernah belajar, menyepelekan pelajaran, gaya belajar saya berbeda dibandingkan ketika saya duduk di sekolah dasar. Namun saya tetap juara 2, 3, sampai pada akhir semester di kelas 3SMP, saya tidak juara sama sekali.
Pada saat saya mau masuk SMA orangtua saya menyarankan agar saya kembali di sekolah Swasta. Saya menentang keras! Saya tidak mau karena saya sudah terlena dengan kemalasan, ketidakdisiplinan yang diberikan sekolah negeri tersebut. Saya ingin melanjutkan di SMA Negeri 2 Pematangsiantar; dimana sekolah tersebut adalah salah satu sekolah favorit negeri. Saya berjanji kepada orangtua saya bahwa saya akan belajar dengan sungguh-sungguh dan itu terbukti. Pada saat saya kelas 1 SMA, saya kembali meraih juara 1 kelas . Namun, tetap saja usaha untuk mendapatkan juara itu tidak sebesar pada saat saya ada di bangku sekolah dasar.
Apa yang membedakan hal tersebut? Saya mempunyai teman-teman yang dulunya juga berasal dari sekolah swasta – melanjutkan sekolah di negeri dan tanpa usaha yang keras, mendapatkan predikat juara kelas, anak pintar, anak emas dan lain sebagainya. Itu artinya, bukan hanya saya saja yang mengalami kejadian tersebut.
Dari segi materi; artinya dari segi pelajaran yang diberikan. Sekolah swasta cenderung memiliki pelajaran yang sulit dibandingkan dengan sekolah negeri. Saya pernah mengajar privat dengan materi Matematika anak didik kelas 5 SD. Ia bersekolah di salah satu SD International School, Kurikulum Singapore, di Jakarta. Saat itu saya mengajarkan tentang “sudut”. Ketika proses belajar berlangsung, saya menjelaskan pengertian, jenis, serta contoh soal. Namun, tiba-tiba dia berkata bahwa dia sudah mengerti tentang hal itu. Tapi ada satu soal  yang diberikan oleh gurunya dan dia merasa itu sulit. Soal tersebut sangat sederhana, namun kategori sulit. Karena untuk menyelesaikannya, kita harus menggunakan Aljabar dan Vektor. Itu adalah pelajaran kelas 5 SD. Sementara Aljabar baru saja dikenalkan pada bab sebelumnya dan hanya dalam kasus sederhana. Vektor akan dikenalkan di pelajaran Fisika kelas 2 SMA. Saya jadi bingung sendiri.
Selesai saya mengajar, saya mengecek di Internet tentang Silabus kelas 5 SD beserta soal-soal yang diberikan di dalam kurikulum Nasional. Hasilnya, sangat jauh berbeda. Saat ini juga saya sedang mengajar private matematika kelas 5SD disekolah Negeri dan saya tidak menemukan soal sesulit itu. Pada kurikulum Nasional soal-soal yang diberikan sangat mudah dan tidak mempunyai tantangan.
Jadi kurikulum pada sekolah swasta dan internartional school, mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda dari kurikulum sekolah negeri; kurikulum nasional.

Mengapa hal tersebut bisa terjadi?
      Saya berpendapat, bahwa pendidikan di sekolah Swasta ataupun International School mengajarkan anak didiknya untuk berpikir panjang, realistis, logis, menciptakan solusi atas masalah (problem solver). Contoh kasus; Pelajaran Matematika. Saya ingat betul bahwa ketika saya SD, jika ada soal matematika bobot penilaian tertinggi adalah bagaimana cara kamu mengerjakan soal tersebut. Sama seperti anak kelas 5 SD International School itu, gurunya ingin mengetahui bagaimana caranya ia menjawab soal tersebut. Jawaban benar atau tidak, itu urusan kedua.
Itu sebabnya saya dengan teman-teman saya ketika sudah merasakan hal-hal sulit yang diberikan dari sekolah swasta, pada saat melanjutkan sekolah di negeri atau kurikulum nasional tidak harus berusaha keras. Karena tidak ada tantangan, dan hal-hal sulit yang harus dikerjakan.
             Di sekolah swasta dan international school, guru akan mengajarkan suatu materi tidak sampai mendalam. Artinya, muridnya harus bergerak sendiri atau belajar sendiri mencari materi lain yang mendukung utk mengerjakan soal. Guru cenderung hanya mengajarkan garis besar dari suatu materi nya saja, dan murid diarahkan utk belajar lebih dari yang didapatkan di sekolah. Jika hal ini terlatih, maka ini akan membantu anak didik tersebut utk belajar mengatasi masalah, menciptakan solusi atas masalah, serta berpikir rasional, logis dan mau mengembangkan atau belajar sendiri. Ini sangat baik untuk tumbuh kembang mentalitas dan produktivitas anak didik. Memecahkan masalah dari hal-hal kecil akan mengantarkannya untuk dapat mengatasi hal besar dengan baik. Diberikannya tugas-tugas rutin secara berkala, disiplin-disiplin yang diberikan akan memgembangkan karakter anak didik, pekerja keras, serta bertanggung jawab. Sehingga pada saat sebelum dan sesudah ia memasuki dunia pekerjaan yang-- kata banyak orang adalah dunia sebenarnya-, ia akan terlahir sebagai generasi yang bisa mengatasi masalah-masalah bahkan menjadi pencipta solusi.

Bagaimana dengan Dunia?
          Saya yakin pembaca akan menyetujui bahwa banyak orang-orang di Indonesia  mempunyai bakat dan potensi yang kebanyakan menempuh pendidikan diluar Indonesia  dan diantara mereka memilih untuk bekerja diluar Indonesia. Mengapa? Saya berpendapat bahwa itu disebabkan karena diluar Indonesia mereka bisa mendapatkan pendidikan yang lebih baik, lebih bagus, terarah, update dan lebih bergengsi walau biaya sekolah dan biaya kehidupan lebih mahal. Itulah sebabnya, pencipta-pencipta solusi dunia kebanyakan lahir diluar Indonesia. Karena mereka sudah terlatih dengan segala masalah-masalah kecil yang diberikan dari mereka ada dibangku sekolah dasar dan terus berkembang sampai pendidikan yang lebih tinggi.

Apa yang harus dilakukan pemerintah?
            Baru-baru ini mantan wakil presiden, Jusuf Kalla mengatakan bahwa Pendidikan dapat diukur dengan dua hal. Pertama, mutu pendidikan dari waktu ke waktu dan ukuran perbandingan pendidikan dengan negara-negara tetangga dan negara lainnya. JK mengatakan bahwa dari waktu ke waktu pendidikan kita relatif maju. Tapi dari sisi perbandingan negara lain, seperti Singapura, Malaysia atau Vietnam kadang-kadang negara lain lebih cepat majunya. -detik.com, 2 Mei 2017 14:52 WIB.

Bagaimana menurut kamu?
         Saya merasa sebelum pemerintah di indonesia menyetarakan pendidikan Indonesia dengan pendidikan dunia, ada baiknya menyetarakan pendidikan internal Indonesia terlebih dahulu. Artinya, kurikulum nasional tersebut tidak ketinggalan dengan kurikulum yang ada pada sekolah swasta dan international school yang ada di Indonesia. Dengan begitu, generasi baru akan memberikan solusi-solusi yang baik utk negaranya, menciptkan solusi, mau mengabdi kepada negaranya.
Semoga tidak ada lagi pendapat : "Untuk apa belajar Fisika, Matematika, Kimia, Ekonomi, Geografi, Sejarah sekaligus? Itu memberatkan anak didik. Kan teorinya tidak diaplikasikan di kejadian sehari-hari! Fokuskanlah kepada satu hal dan jangan membenbankan mereka dengan tugas yang menumpuk” 
Karena dengan belajar Fisika, Kimia, Matematika anak akan belajar untuk berpikir logis, kritis dimulai dari hal kecil. Dengan belajar Ekonomi, anak akan belajar menganalisis masalah, membaca keadaan. Dengan belajar Geografi, anak akan melihat dunia, mengerti akan situasi alam. Dengan belajar sejarah, anak akan belajar untuk mengenal negaranya, mengartikan dan belajar kepempinan pahlawannya dan lain sebagainya.  Dengan tugas rutin secara berkala, akan mengajarkannya disipilin dan bertanggung jawab. Itu semua untuk membangun karakter, mentalitas, mindset, tanggung jawab serta produktivitas dari anak agar suatu saat dapat menjadi pencipta dan pembawa solusi bagi dunia.
Apabila anak didik mempunyai bakat melukis, tidak ada salahnya tetap diajarkan matematika. Apabila anak didik mempunyai bakat di bidang matematika, tidak ada salahnya tetap diajarkan sejarah. Semua itu dapat dilakukan dengan porsi yang normal, setidaknya anak didik mengetahui persoalan-persoalan yang berbeda dan mengetahui pengetahuan umum diluar dari bidangnya.

Jakarta, 17 Mei 2017

Iramoti Purba.