Opini
Pendidikan di Indonesia, tepatnya pada bagian sekolah formal (PAUD, SD,
SMP/MTs, SMA/SMK, Mahasiswa) dari segi fasilitas, biaya hingga materi sampai
saat ini semakin dimudahkan.
Fasilitas dan
Biaya akan sangat membantu jika dimudahkan, dapat mengatasi anak didik yang
ingin sekolah namun tidak berkecukupan. Tapi bagaimana dengan Materi? Materi
adalah pelajaran yang didapatkan oleh murid-murid di sekolah, seperti
matematika, IPA, IPS, Fisika, Kimia, Sejarah, Sosiologi dan lain-lain.
Menurut saya sekarang ini, orangtua ingin anak didik mendapatkan
pelajaran yang mudah, tidak ada tugas rumah atau tugas kelompok yang
menyulitkan, bahkan ada orangtua yang tidak perduli dengan buku-buku pelajaran
anak didik tersebut. Muncul berbagai pendapat bahwa ada masyarakat Indonesia
yang menginginkan agar anak didik dapat fokus kepada satu materi saja. Jika anak
didik tersebut berpotensi di bidang Matematika, jangan paksa agar anak didik
tersebut mahir di bidang Sosial.
Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan di Indonesia pun terus memberikan inovasi terbaru utk
memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia.
“Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) mengeluarkan surat edaran terkait dengan Ujian Nasional 2017 yang menyebutkan, khusus untuk siswa SMA, mereka dapat memilih sendiri salah satu mata pelajaran yang diujikan di UN. Selain itu, UN tak berkaitan dengan lulus tidaknya seorang siswa. Menurut Muhadjir, UN hanya untuk mengetahui seberapa dalam seorang siswa menguasai materi yang diajarkan di sekolah sebagai bahan evaluasi Kemdikbud. Muhadjir menambahkan, dengan siswa memilih salah satu mata pelajaran yang diujikan, pendalaman materi akan lebih dapat diukur.” - detik.com 19 Januari 2017 16:39 WIB.
Artinya, inovasi
yang diberikan oleh Kemdikbud sejalan dengan kemauan dari orangtua sekarang ini
yaitu; memudahkan anak didik.
Saya ingin memberikan pendapat dari segi materi yang terus dimudahkan
oleh Pemerintah. Untuk hal ini saya memberikan contoh kasus atas hal yang sudah
saya alami.
Saya lulusan
tahun 2006 SD Swasta Kristen Kalam Kudus Pematangsiantar. Sekolah swasta dimana
uang sekolahnya dikategorikan mahal, dan bergengsi. Saya mengingat bahwa ketika
saya ada di sekolah tersebut nilai akademik saya diatas rata-rata; nilai saya
diatas 90-100/100 namun tidak mendapatkan juara. Sangat sulit mendapatkan juara
1, 2, dan 3 pada saat itu. Kedua orangtua saya adalah Guru. Mereka berpendapat,
materi-materi yang diberikan oleh sekolah itu pun sangat sulit untuk diatasi
oleh anak sekolah dasar. Saya belajar dengan sungguh-sungguh dengan bantuan
kakak tertua saya. Sampai akhirnya, pada kelas III SD saya pernah mendapatkan
juara 3 kelas. Perasaan saya saat itu sangat bangga.
Karena alasan financial, saya
melanjutkan sekolah saya di SMP Negeri 1 Pematangsiantar. Salah satu sekolah
negeri yang bagus, idola di kota Pematangsiantar. Sekolah tersebut berbeda, dan
sangat berbeda dari sekolah SD Swasta sebelumnya. Dari segi disiplin, materi,
pergaulan, arahan guru dan lainnya. Satu semester berjalan dan tanpa usaha yang
maksimal saya menduduki juara 1 kelas. Saya kaget. Bagaimana bisa? Saya tidak
berusaha maksimal, orangtua saya hanya memberikan les tambahan diluar sekolah
3x seminggu. Saya tidak pernah belajar dirumah, tidak pernah menyelesaikan
tugas sekolah yang sulit bahkan sangat suka bermain-main hingga sore. Sampai
akhirnya, saya terbuai dengan situasi itu. Saya tidak pernah belajar,
menyepelekan pelajaran, gaya belajar saya berbeda dibandingkan ketika saya
duduk di sekolah dasar. Namun saya tetap juara 2, 3, sampai pada akhir semester
di kelas 3SMP, saya tidak juara sama sekali.
Pada saat saya mau masuk SMA orangtua saya menyarankan agar saya kembali
di sekolah Swasta. Saya menentang keras! Saya tidak mau karena saya sudah
terlena dengan kemalasan, ketidakdisiplinan yang diberikan sekolah negeri
tersebut. Saya ingin melanjutkan di SMA Negeri 2 Pematangsiantar; dimana
sekolah tersebut adalah salah satu sekolah favorit negeri. Saya berjanji kepada
orangtua saya bahwa saya akan belajar dengan sungguh-sungguh dan itu terbukti.
Pada saat saya kelas 1 SMA, saya kembali meraih juara 1 kelas . Namun, tetap saja usaha
untuk mendapatkan juara itu tidak sebesar pada saat saya ada di bangku sekolah
dasar.
Apa yang membedakan hal tersebut? Saya mempunyai teman-teman yang dulunya
juga berasal dari sekolah swasta – melanjutkan sekolah di negeri dan tanpa
usaha yang keras, mendapatkan predikat juara kelas, anak pintar, anak emas dan
lain sebagainya. Itu artinya, bukan hanya saya saja yang mengalami kejadian
tersebut.
Dari segi
materi; artinya dari segi pelajaran yang diberikan. Sekolah swasta cenderung
memiliki pelajaran yang sulit dibandingkan dengan sekolah negeri. Saya pernah
mengajar privat dengan materi Matematika anak didik kelas 5 SD. Ia bersekolah
di salah satu SD International School, Kurikulum Singapore, di Jakarta. Saat
itu saya mengajarkan tentang “sudut”. Ketika proses belajar berlangsung, saya
menjelaskan pengertian, jenis, serta contoh soal. Namun, tiba-tiba dia berkata
bahwa dia sudah mengerti tentang hal itu. Tapi ada satu soal yang diberikan oleh gurunya dan dia merasa itu
sulit. Soal tersebut sangat sederhana, namun kategori sulit. Karena untuk
menyelesaikannya, kita harus menggunakan Aljabar dan Vektor. Itu adalah pelajaran
kelas 5 SD. Sementara Aljabar baru saja dikenalkan pada bab sebelumnya dan
hanya dalam kasus sederhana. Vektor akan dikenalkan di pelajaran Fisika kelas 2
SMA. Saya jadi bingung sendiri.
Selesai saya
mengajar, saya mengecek di Internet tentang Silabus kelas 5 SD beserta
soal-soal yang diberikan di dalam kurikulum Nasional. Hasilnya, sangat jauh
berbeda. Saat ini juga saya sedang mengajar private matematika kelas 5SD
disekolah Negeri dan saya tidak menemukan soal sesulit itu. Pada kurikulum
Nasional soal-soal yang diberikan sangat mudah dan tidak mempunyai tantangan.
Jadi kurikulum
pada sekolah swasta dan internartional school, mempunyai tingkat kesulitan yang
berbeda dari kurikulum sekolah negeri; kurikulum nasional.
Mengapa hal
tersebut bisa terjadi?
Saya berpendapat, bahwa pendidikan di sekolah Swasta ataupun
International School mengajarkan anak didiknya untuk berpikir panjang,
realistis, logis, menciptakan solusi atas masalah (problem solver). Contoh
kasus; Pelajaran Matematika. Saya ingat betul bahwa ketika saya SD, jika ada
soal matematika bobot penilaian tertinggi adalah bagaimana cara kamu
mengerjakan soal tersebut. Sama seperti anak kelas 5 SD International School
itu, gurunya ingin mengetahui bagaimana caranya ia menjawab soal tersebut.
Jawaban benar atau tidak, itu urusan kedua.
Itu sebabnya saya
dengan teman-teman saya ketika sudah merasakan hal-hal sulit yang diberikan
dari sekolah swasta, pada saat melanjutkan sekolah di negeri atau kurikulum
nasional tidak harus berusaha keras. Karena tidak ada tantangan, dan hal-hal
sulit yang harus dikerjakan.
Di sekolah
swasta dan international school, guru akan mengajarkan suatu materi tidak
sampai mendalam. Artinya, muridnya harus bergerak sendiri atau belajar sendiri
mencari materi lain yang mendukung utk mengerjakan soal. Guru cenderung hanya
mengajarkan garis besar dari suatu materi nya saja, dan murid diarahkan utk
belajar lebih dari yang didapatkan di sekolah. Jika hal ini terlatih, maka ini
akan membantu anak didik tersebut utk belajar mengatasi masalah, menciptakan
solusi atas masalah, serta berpikir rasional, logis dan mau mengembangkan atau
belajar sendiri. Ini sangat baik untuk tumbuh kembang mentalitas dan
produktivitas anak didik. Memecahkan masalah dari hal-hal kecil akan
mengantarkannya untuk dapat mengatasi hal besar dengan baik. Diberikannya
tugas-tugas rutin secara berkala, disiplin-disiplin yang diberikan akan
memgembangkan karakter anak didik, pekerja keras, serta bertanggung jawab.
Sehingga pada saat sebelum dan sesudah ia memasuki dunia pekerjaan yang-- kata
banyak orang adalah dunia sebenarnya-, ia akan terlahir sebagai generasi yang
bisa mengatasi masalah-masalah bahkan menjadi pencipta solusi.
Bagaimana dengan
Dunia?
Saya yakin
pembaca akan menyetujui bahwa banyak orang-orang di Indonesia mempunyai bakat dan potensi yang kebanyakan
menempuh pendidikan diluar Indonesia dan
diantara mereka memilih untuk bekerja diluar Indonesia. Mengapa? Saya berpendapat
bahwa itu disebabkan karena diluar Indonesia mereka bisa mendapatkan pendidikan
yang lebih baik, lebih bagus, terarah,
update dan lebih bergengsi walau biaya sekolah dan biaya kehidupan lebih mahal.
Itulah sebabnya, pencipta-pencipta solusi dunia kebanyakan lahir diluar
Indonesia. Karena mereka sudah terlatih dengan segala masalah-masalah kecil
yang diberikan dari mereka ada dibangku sekolah dasar dan terus berkembang
sampai pendidikan yang lebih tinggi.
Apa yang harus
dilakukan pemerintah?
Baru-baru ini
mantan wakil presiden, Jusuf Kalla mengatakan bahwa Pendidikan dapat diukur
dengan dua hal. Pertama, mutu pendidikan dari waktu ke waktu dan ukuran
perbandingan pendidikan dengan negara-negara tetangga dan negara lainnya. JK
mengatakan bahwa dari waktu ke waktu pendidikan kita relatif maju. Tapi dari
sisi perbandingan negara lain, seperti Singapura, Malaysia atau Vietnam
kadang-kadang negara lain lebih cepat majunya. -detik.com, 2 Mei 2017 14:52 WIB.
Bagaimana
menurut kamu?
Saya merasa
sebelum pemerintah di indonesia menyetarakan pendidikan Indonesia dengan
pendidikan dunia, ada baiknya menyetarakan pendidikan internal Indonesia
terlebih dahulu. Artinya, kurikulum nasional tersebut tidak ketinggalan dengan
kurikulum yang ada pada sekolah swasta dan international school yang ada di
Indonesia. Dengan begitu, generasi baru akan memberikan solusi-solusi yang baik
utk negaranya, menciptkan solusi, mau mengabdi kepada negaranya.
Semoga tidak ada
lagi pendapat : "Untuk apa belajar Fisika, Matematika, Kimia, Ekonomi, Geografi,
Sejarah sekaligus? Itu memberatkan anak didik. Kan teorinya tidak diaplikasikan
di kejadian sehari-hari! Fokuskanlah kepada satu hal dan jangan membenbankan
mereka dengan tugas yang menumpuk”
Karena dengan
belajar Fisika, Kimia, Matematika anak akan belajar untuk berpikir logis,
kritis dimulai dari hal kecil. Dengan belajar Ekonomi, anak akan belajar
menganalisis masalah, membaca keadaan. Dengan belajar Geografi, anak akan melihat
dunia, mengerti akan situasi alam. Dengan belajar sejarah, anak akan belajar
untuk mengenal negaranya, mengartikan dan belajar kepempinan pahlawannya dan
lain sebagainya. Dengan tugas rutin
secara berkala, akan mengajarkannya disipilin dan bertanggung jawab. Itu semua untuk
membangun karakter, mentalitas, mindset, tanggung jawab serta produktivitas dari
anak agar suatu saat dapat menjadi pencipta dan pembawa solusi bagi dunia.
Apabila anak
didik mempunyai bakat melukis, tidak ada salahnya tetap diajarkan matematika. Apabila
anak didik mempunyai bakat di bidang matematika, tidak ada salahnya tetap
diajarkan sejarah. Semua itu dapat dilakukan dengan porsi yang normal, setidaknya
anak didik mengetahui persoalan-persoalan yang berbeda dan mengetahui pengetahuan
umum diluar dari bidangnya.
Jakarta, 17 Mei
2017
Iramoti Purba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar